BAB
I
PENDAHULUAN
Asal muala
adanya Hk. Ketanagakerjaan di Indonesia terdiri dari beberapa fase jika kita
lihat pada abad 120 sm ketika bangsa Indonesia ini mulai ada sudah dikenal
adanya sistem gotong royong
antara anggota masyarakat,
dimana gotong royong merupakan suatu sistem pengerahan tenaga kerja tambahan dari luar kalangan keluarga
yang dimaksudkan untuk mengisi kekurangan tenaga, pada masa sibuk dengan tidak
mengenal suatu balas jasa dalam bentuk materi. Sifat
gotong royong ini memiliki nilai luhur dan diyakini membawa kemaslahatan karena
berintikan kebaikan, kebijakan, dan hikmah bagi semua orang gotong royong ini
nantinya menjadi sumber terbentuknya hokum ketanaga kerjaan adat . dimana
walaupun peraturannya tidak secara tertulis, namun hukum ketenagakerjaan adat ini merupakan
identitas bangsa yang mencerminkan kepribadian bangsa Indonesia dan merupakan
penjelmaan dari jiwa bangsa Indonesia dari abad ke abad.
Setelah
memasuki abad masehi, ketika sudah mulai berdiri suatu kerajaan di Indonesia
hubungan kerja berdasarkan perbudakan, seperti zaman kerajaan
hindia belanda. Pada zaman
ini terdapat suatu sistem
pengkastaan . antara lain : brahmana, ksatria, waisya, sudra, dan paria. Kasta sudra merupakan kasta
paling rendah golongan sudra & paria ini menjadi budakdari kasta brahmana,
ksatria, dan waisya mereka hanya menjalankan kewajiban sedangkan hak-haknya
dikuasai oleh para majikan.
Pada saat masa
pendudukan hindia belanda di Indonesia kasus perbudakan semakin meningkat. Perlakuan terhadap budak sangat keji
& tidak berprikemanusiaan. Penyelesaiannya adalah mendudukan para
budak pada kedudukan manusia merdeka baik sosiologis, yuridis
dan ekonomis.
BAB II
PEMBAHASAN
1.    
Pengertian Hukum Ketenagakerjaan
Menurut Undang-undang Nomor 25 Tahun 1997 tentang ketenagakerjaan,
yang dimaksud dengan Ketenagakerjaan itu sendiri adalah segala hal yang berhubungan
dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama dan sesudah masa kerja. Jadi
hukum ketenagakerjaan dapat diartikan sebagai peraturan-peraturan yang mengatur
tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja.
Dalam pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 13 Tahun
2003 Tentang Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa “ketenagakerjaan dalah hal yang
berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama dan sesudah masa
kerja.”
Jadi dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Hukum
Ketenagakerjaan adalah semua peraturan hukum yang berkaitan dengan tenaga kerja
baik sebelum bekerja, selama atau dalam hubungan kerja dan sesudah hubungan
kerja.
Peraturan hukum yang berkaitan dengan hukum
ketenagakerjaan sebelum hubungan kerja (pra employment) adalah bidang hukum
yang berkenaan dengan kegiatan mempersiapkan calon tenaga kerja sehingga
memiliki keterampilan yang cukup untuk memasuki dunia kerja, termasuk upaya
untuk memperoleh/mengakses lowongan pekerjaan baik di dalam maupun diluar
negeri dan mekanisme yang harus dilalui oleh tenaga kerja tenaga kerja sebelum
mendapatkan pekerjaan. 
Peraturan hukum yang berkaitan dengan hukum
ketenagakerjaan selama hubungan/masa kerja timbul karena adanya perjanjian
kerja. Perjanjian kerja adalah suatu perjanjian dimana pekerja menyatakan
kesanggupan untuk bekerja pada pihak perusahaan/majikan dengan menerima upah
dan majikan/pengusaha menyatakan kesanggupannya untuk mempekerjakan pekerja.
Dalam hubungan kerja diatur hukum yang berkaitan dengan:
• norma
kerja, antara lain meliputi waktu kerja, istirahat. 
• pekerja anak
• pengawasan perburuhan
• perselisihan perburuhan
• perlindungan upah, pemerintah menetapkan upah minimum berdasarkan kebutuhan hidup layak dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi.
• pekerja anak
• pengawasan perburuhan
• perselisihan perburuhan
• perlindungan upah, pemerintah menetapkan upah minimum berdasarkan kebutuhan hidup layak dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi.
2.     Fungsi Hukum Ketenagakerjaan
Menurut Profesor Mochtar kusumaatmadja, fungsi hukum itu adalah
sebagai sarana pembaharuan masyarakat. Dalam rangka pembangunan, yang dimaksud dengan
sara pembaharuan itu adalah sebagai penyalur arah kegiatan manusia kearah yang
diharapkan oleh pembangunan.
Sebagaimana halnya dengan hukum yang lain, hukum ketenagakerjaan
mempunyai fungsi sebagai sarana pembaharuan masyarakat yang menyalurkan arah kegiatan manusia kearah yang sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh pembangunan ketenagakerjaan. Pembangunan ketenagakerjaan sebagai salah satu upaya dalam mewujudkan pembangunan nasional diarahkan untuk mengatur, membina dan mengawasi segala kegiatan yang berhubungan dengan tenaga kerja sehingga dapat terpelihara adanya ketertiban untuk mencapai keadilan. Pengaturan, pembinaan, dan pengawasan yang dilakukan berdasarkan perundang-undangan yang berlaku di bidang ketenagakerjaan itu harus memadai dan sesuai dengan laju perkembangan pembangunan yang semakin pesat sehingga dapat mengantisipasi tuntutan perencanaan tenaga kerja, pembinaan hubungan industrial dan peningkatan perlindungan tenaga kerja.
mempunyai fungsi sebagai sarana pembaharuan masyarakat yang menyalurkan arah kegiatan manusia kearah yang sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh pembangunan ketenagakerjaan. Pembangunan ketenagakerjaan sebagai salah satu upaya dalam mewujudkan pembangunan nasional diarahkan untuk mengatur, membina dan mengawasi segala kegiatan yang berhubungan dengan tenaga kerja sehingga dapat terpelihara adanya ketertiban untuk mencapai keadilan. Pengaturan, pembinaan, dan pengawasan yang dilakukan berdasarkan perundang-undangan yang berlaku di bidang ketenagakerjaan itu harus memadai dan sesuai dengan laju perkembangan pembangunan yang semakin pesat sehingga dapat mengantisipasi tuntutan perencanaan tenaga kerja, pembinaan hubungan industrial dan peningkatan perlindungan tenaga kerja.
Sebagaimana menurut fungsinya sebagai sarana pembaharuan, hukum
ketenagakerjaan merubah pula cara berfikir masyarakat yang kuno kearah cara
berfikir yang modern yang sesuai dengan yang dikehendaki oleh pembangunan.
sehingga hukum ketenagakerjaan dapat berfungsi sebagai sarana yang dapat
membebaskan tenaga kerja dari perbudakan, peruluran, perhambaan, kerja paksa dan punale sanksi, membebaskan tenaga kerja dari kehilangan pekerjaan, memberikan kedudukan hukum yang seimbang dan kedudukan ekonomis yang layak kepada tenaga kerja.
ketenagakerjaan merubah pula cara berfikir masyarakat yang kuno kearah cara
berfikir yang modern yang sesuai dengan yang dikehendaki oleh pembangunan.
sehingga hukum ketenagakerjaan dapat berfungsi sebagai sarana yang dapat
membebaskan tenaga kerja dari perbudakan, peruluran, perhambaan, kerja paksa dan punale sanksi, membebaskan tenaga kerja dari kehilangan pekerjaan, memberikan kedudukan hukum yang seimbang dan kedudukan ekonomis yang layak kepada tenaga kerja.
3.     Ruang Lingkup
Ruang
lingkup ketenagakerjaan meliputi :
pra kerja, masa dalam hubungan kerja, masa purna kerja ( post employment).
Jangkauan
hukum ketenagakerjaan lebih
luas bila dibandingkan dengan hukum
perdata sebagaimana di atur dalam buku III title 7A yang lebih menitik beratkan
pada aktivitas tenaga kerja dalam hubungan kerja
4.     Pelaksanaan hubungan kerja di Indonesia
Pasal 1 angka 15 UU no.13 th. 2003 disebutkan
bahwa :
* Hubungan
kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja atau buruh berdasarkan
perjanjian kerja yang mempunyai unsure-unsur pekerjaan , upah dan perintah
* Hubungan kerja adalah suatu hubungan pengusaha dan pekerja yang timbul dari perjanjian kerja yang diadakan untuk waktu tertentu namun tidak tertentu
* Hubungan kerja adalah suatu hubungan pengusaha dan pekerja yang timbul dari perjanjian kerja yang diadakan untuk waktu tertentu namun tidak tertentu
a. Pengertian perjanjian kerja
Dalam KUHPerdata , pasal 1601 titel VII A
buku III tentang perjanjian untuk melakuakn pekerjaan yang menyatakan bahwa :
“selain
perjanjian-perjanjian untuk melakukan sementara jasa-jasa yang diatur oleh
ketentuan yang khusus untuk itu dan untuk syarat-syarat yang di perjanjikan dan
jika itu tidak ada , oleh karena kebiasaan , maka ada dua macam perjanjian
dengan mana pihak yang lain dengan menerima upah, perjanjian perburuhan dan
pemborong pekerjaan.”
b. Unsur-unsur dalam perjanjian kerja
KUHPerdata pasal 1320 (menurut
pasal 1338 (1) ) menyatakan sahnya perjanjian :
Mereka sepakat untuk
mengakibatkan diri
* Cakap untuk membuat suatu perikatan
* Suatu hal tertentu
* Suatu sebab yang halal
* Suatu hal tertentu
* Suatu sebab yang halal
Dalam suatu perjanjian kerja haruslah ada pekerjaan yang jelas yang
dilakukan oleh pekerja dan sesuai denagan yang tercantum dalam perjanjian yang
telah disepakati dengan ketentuan –ketentuan yang tercantum dalam UU no.13 thn.
2003
* Adanya unsure service (pelayanan)
* Adanya unsure time (waktu )
* Adanya unsure pay (upah )
* Adanya unsure time (waktu )
* Adanya unsure pay (upah )
c.  Bentuk Perjanjian Kerja
Dalam praktik di kenal 2 bentuk
perjanjian
-       
Tertulis
Di peruntuk perjanjian-perjanjian yang sifatnya tertentu atau adanya
kesepakatan para pihak, bahwa perjanjian yang dibuatnya itu menginginkan dibuat
secara tertulis , agar adanya kepastian hukum.
-       
 Tidak tertulis
bahwa perjanjian yang
oleh undang-undang tidak disyaratkan dalam bentuk tertulis.
d. Hak Dan Kewajiban
Para Pihak Dlam Perjanjian Kerja
Subjek dari perjanjian kerja adalah orang-orang yang terikat oleh
perjanjian yang dibuatnya.
Hak dan kewajiban subjek kerja , dimana hak merupakan suatu tuntutan & keinginan yang di peroleh oleh
subjek kerja ( pengusaha dan pekerja ). sedangkan kewajiban adalah para pihak yang disebut prestasi.
e. Berakhirnya
Perjanjian Kerja
Alasan berakhirnya perjanjian
kerja adalah :
* Pekerja
meninggal dunia
* Berakhir
karena jangka waktu dalam perjanjian
* Adanya
putusan pengadilan dan atau putusan atau penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial
* Adanya
keadaan atau kejadian yang di cantumkan dalam perjanjian kerja
* Pemutusan
hubungan kerja
5. Para Pihak dalam Hukum Ketenagakerjaan
1. BURUH/PEKERJA
UU Nomor 13/2003 memberikan pengertian pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk apapun.
UU Nomor 13/2003 memberikan pengertian pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk apapun.
Pengertian
ini agak umum namun maknanya lebih luas karena dapat mencakup semua orang yang
bekerja pada siapa saja, baik perorangan, persekutuan, badan hukum atau badan
lainnya dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk apapun. Penegasan
imbalan dalam bentuk apapun ini perlu karena upah selama ini diindentikkan
dengan uang, padahal ada pula upah buruh/pekerja yang menerima imbalan dalam
bentuk barang.
2. PENGUSAHA
Pasal 1 angka 5 UU no. 13/2003 menjelaskan pengertian pengusaha yaitu :
• orang perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri
• orang perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya.
• orang perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang berada di indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam point tersebut diatas, yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.
Selain itu, dalam uu nomor 13/2003 muncul istilah pemberi kerja. Istilah itu muncul untuk mengantisipasi orang yang bekerja pada pihak lain yang tidak dapat dikategorikan sebagai pengusaha, khususnya bagi pekerja pada sektor informal, misalnya pembantu rumah tangga, baby sitter.
Pasal 1 angka 5 UU no. 13/2003 menjelaskan pengertian pengusaha yaitu :
• orang perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri
• orang perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya.
• orang perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang berada di indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam point tersebut diatas, yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.
Selain itu, dalam uu nomor 13/2003 muncul istilah pemberi kerja. Istilah itu muncul untuk mengantisipasi orang yang bekerja pada pihak lain yang tidak dapat dikategorikan sebagai pengusaha, khususnya bagi pekerja pada sektor informal, misalnya pembantu rumah tangga, baby sitter.
3. ORGANISASI PEKERJA/BURUH
Kehadiran organisasi pekerja dimaksudkan untuk memperjuangkan hak dan kepentingan pekerja, sehingga tidak diperlakukan sewenang-wenang oleh pihak pengusaha.
UU Nomor 21 Tahun 2000 Tentang Serikat Pekerja/Buruh menjamin bahwa setiap pekerja /buruh berhak membentuk dan menjadi anggota serikat pekerja/buruh tanpa tekanan atau campur tangan pengusaha, pemerintah dan pihak manapun.
Kehadiran organisasi pekerja dimaksudkan untuk memperjuangkan hak dan kepentingan pekerja, sehingga tidak diperlakukan sewenang-wenang oleh pihak pengusaha.
UU Nomor 21 Tahun 2000 Tentang Serikat Pekerja/Buruh menjamin bahwa setiap pekerja /buruh berhak membentuk dan menjadi anggota serikat pekerja/buruh tanpa tekanan atau campur tangan pengusaha, pemerintah dan pihak manapun.
4. ORGANISASI PENGUSAHA
KADIN (kamar dagang dan industri), APINDO (asosiasi pengusaha Indonesia)
KADIN (kamar dagang dan industri), APINDO (asosiasi pengusaha Indonesia)
5. PEMERINTAH
Campur tangan pemerintah dalam hukum ketenagakerjaan dimaksudkan untuk terciptanya hubungan ketenagakerjaan yang adil, karena jika hubungan antara pekerja dan pengusaha yang sangat berbeda secara sosial ekonomi diserahkan sepenuhnya kepada para pihak, maka tujuan untuk menciptakan keadilan dalam hubungan ketenagakerjaan akan sulit tercapai, karena pihak yang kuat akan selalu ingin menguasai yang lemah. Atas dasar itulah pemerintah turut campur tangan melalui peraturan perundang-undangan untuk memberikan jaminan kepastian hak dan kewajiban para pihak.
Campur tangan pemerintah dalam hukum ketenagakerjaan dimaksudkan untuk terciptanya hubungan ketenagakerjaan yang adil, karena jika hubungan antara pekerja dan pengusaha yang sangat berbeda secara sosial ekonomi diserahkan sepenuhnya kepada para pihak, maka tujuan untuk menciptakan keadilan dalam hubungan ketenagakerjaan akan sulit tercapai, karena pihak yang kuat akan selalu ingin menguasai yang lemah. Atas dasar itulah pemerintah turut campur tangan melalui peraturan perundang-undangan untuk memberikan jaminan kepastian hak dan kewajiban para pihak.
BAB III
PENUTUP
1.     Kesimpulan
Hukum Ketenagakerjaan adalah semua peraturan
hukum yang berkaitan dengan tenaga kerja baik sebelum bekerja, selama atau
dalam hubungan kerja dan sesudah hubungan kerja.
Peraturan hukum yang berkaitan dengan hukum
ketenagakerjaan sebelum hubungan kerja (pra employment) adalah bidang hukum
yang berkenaan dengan kegiatan mempersiapkan calon tenaga kerja sehingga
memiliki keterampilan yang cukup untuk memasuki dunia kerja, termasuk upaya
untuk memperoleh/mengakses lowongan pekerjaan baik di dalam maupun diluar
negeri dan mekanisme yang harus dilalui oleh tenaga kerja tenaga kerja sebelum
mendapatkan pekerjaan. 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar