Selasa, 07 Agustus 2018

KRITIK DALAM EKONOMI SYARIAH DAN KELEBIHANNYA


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Banyak kalangan orang yang menyatakan bahwa Ekonomi Islam sekarang sedang mengalami perkembangan yang sangat pesat dengan munculnya Lembaga Keuangan Syariah, khususnya Perbankan Syariah. Ini semakin diperkuat dengan tumbuhnya lembaga-lembaga pendidikan dan wacana Ekonomi Islam. Selain itu dengan meningkatnya kesadaran umat seiring dengan berkembangnya wacana tentang ekonomi Islam melalui bebagai saluran , juga semakin nampaknya perkembangan ekonomi Islam, terutama di Indonesia. Sejak tahun 80-an konsep Bank Syariah mulai bergulir sebelum keluar kerangka hukum formal sebagai landasan opersional perbankan Syariah. Dan dengan lahirnya UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dan UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah memberi angin segar bagi perkembangan perbankan Syariah, yang secara implisit telah membuka peluang kegiatan perbankan yang memiliki dasar operasional bagi hasil (Profit Sharing). Lalu muncullah Bank Muamalat Indonesia, Bank Syariah Mandiri (BSM), Bank BNI Syariah, dan segera menyusul BRI Syariah, Bank Niaga Syariah dan Bank Mega Syariah. Selain itu juga muncul berbagai Lembaga Keuangan Syariah yang menggunakan label Syariah, sebagai contoh Asuransi Syariah, Pegadaian Syariah, dan lain sebagainnya. Dalam makalah ini, penulis akan membahas apa sajakah yang menjadi kritik dalam ekonomi syariah dalam perkembangannya saat ini serta kelebihan dari ekonomi syariah itu sendiri.


B.    Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yaitu :
1.     Apa pengertian dari Ekonomi syariah?
2.     Apakah tujuan dari Ekonomi Syariah?
3.     Apa sajakah prinsip-prinsip dari Ekonomi Syariah?
4.     Bagaimana kritik mengenai Ekonomi Syariah pada saat ini?
5.     Apa sajakah kelebihan dari Ekonomi Syariah?













BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian dari Ekonomi Syariah
Ekonomi syariah merupakan ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi rakyat yang dilhami oleh nilai-nilai Islam. Ekonomi syariah atau sistem ekonomi koperasi berbeda dari kapitalisme, sosialisme, maupun negara kesejahteraan (Welfare State). Berbeda dari kapitalisme karena Islam menentang eksploitasi oleh pemilik modal terhadap buruh yang miskin, dan melarang penumpukan kekayaan. Selain itu, ekonomi dalam kaca mata Islam merupakan tuntutan kehidupan sekaligus anjuran yang memiliki dimensi ibadah yang teraplikasi dalam etika dan moral.
Perbedaan sistem ekonomi syariah dengan sistem ekonomi konvensional. Krisis ekonomi yang sering terjadi terjadi adalah ulah sistem ekonomi konvensional, yang mengedepankan sistem bunga sebagai instrumen provitnya. Berbeda dengan apa yang ditawarkan sistem ekonomi syariah, dengan instrumen provitnya, yaitu sistem bagi hasil.
Sistem ekonomi syariah sangat berbeda dengan ekonomi kapitalis, sosialis maupun komunis. Ekonomi syariah bukan pula berada di tengah-tengah ketiga sistem ekonomi itu. Sangat bertolak belakang dengan kapitalis yang lebih bersifat individual, sosialis yang memberikan hampir semua tanggungjawab kepada warganya serta komunis yang ekstrem, ekonomi Islam menetapkan bentuk perdagangan serta perkhidmatan yang boleh dan tidak boleh di transaksikan. Ekonomi dalam Islam harus mampu memberikan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat, memberikan rasa adil, kebersamaan dan kekeluargaan serta mampu memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada setiap pelaku usaha.

B.    Tujuan dari Ekonomi Syariah
Pada dasarnya setiap manusia selalu menginginkan kehidupannya di dunia ini dalam keadaan bahagia, baik secara material maupun spiritual, individual maupun sosial. Namun dalam praktiknya kebahagiaan multi dimensi ini sangat sulit diraih karena keterbatasan kemampuan manusia dalam memahami sumber daya yang bisa digunakan. Di dalam sudut pandang Ekonomi Islam tujuan diterapkannya suatu aturan dalam ekonomi merupakan titik fokus utama, antara lain :
1.     Mendapatkan Ridha dari Allah SWT, karena setiap perbuatan yang kita lakukan tentunya harus dengan ridha Allah SWT. Begitu juga dalam kita melakukan kegiatan muamalah, karena muamalah adalah bagian integral dari Agama Islam.
2.     Terjaminnya kebutuhan setiap individu, terutama kebutuhan pokok. Ini menjadi tolak ukur utama apakah suatu perekonomian dikatakan berhasil atau tidak.
3.     Terciptanya Falah, yaitu kemuliaan dan kemenangan dalam hidup di dunia maupun di akhirat. Sehingga tidak hanya memandang aspek materil saja, namun justru lebih ditekankan pada aspek spiritual.
4.     Terwujudnya Mashlahah, yaitu segala bentuk keadaan, baik materil maupun nonmaterial yang mampu meningkatkan kedudukan manusia sebagai makhluk yang paling mulia.
5.     Keadilan dalam Peran serta Ekonomi dan Stabilitas Pertumbuhan Ekonomi.
Dengan demikian, kita bisa melihat apakah kegiatan perekonomian Islam mikro maupun makro sudah sesuai dengan yang ingin dicapai dalam palaksanaan perekonomian atau belum. Sudah sewajarnya kita sebagai orang muslim harus cermat dan teliti dalam menilai suatu realita yang kita hadapi saat ini.

C.    Prinsip-prinsip dari Ekonomi Syariah

1.     Riba
Riba secara bahasa bermakna ziyadah (tambahan). Sedangkan menurut istilah teknis riba berarti pengambilan dari harta pokok atau modal secara batil (Antonio, 1999). Ada beberapa pendapat dalam menjelaskan riba. Namun secara umum terdapat benang merah yang menegaskan bahwa riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam-meminjam secara batil atau bertentangan dengan prinsip muamalah dalam Islam.
Secara garis besar, riba dikelompokkan menjadi dua. Masing-masing adalah riba utang-piutang dan riba jual beli. Kelompok pertama terbagi lagi menjadi riba qardh dan riba jahiliyyah. Adapun kelompok kedua, riba jual beli terbagi lagi menjadi riba fadhl dan riba nasiah. Riba Qardh adalah suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan terhadap yang berhutang. Riba Jahiliyyah adalah utang yang dibayar lebih dari pokoknya karena si peminjam tidak mampu membayar utang pada waktu yang telah ditetapkan.
Riba Fadhl adalah pertukaran antar barang sejenis dengan kadar atau takaran berbeda, sedangkan barang yang dipertukarkan itu termasuk dalam jenis barang ribawi. Riba Nasiah adalah penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi yang dipertukarkan dengan jenis barang ribawi lainnya. Riba Nasiah muncul karena adanya perbedaan, perubahan, atau penambahan antara yang diserahkan saat ini dan yang diserahkan kemudian.
2.     Zakat
Zakat merupakan instrumen keadilan dan kesetaraan dalam Islam. Keadilan dan kesetaraan berarti setiap orang harus memiliki peluang yang sama dan tidak berarti bahwa mereka harus sama-sama miskin atau sama-sama kaya.
Negara Islam wajib menjamin terpenuhinya kebutuhan minimal warga negaranya, dalam bentuk sandang, pangan, papan, perawatan kesehatan dan pendidikan (QS. 58:11). Tujuan utamanya adalah untuk menjembatani perbedaan sosial dalam masyarakat dan agar kaum muslimin mampu menjalani kehidupan sosial dan material yang bermartabat dan memuaskan.
3.     Haram
Sesuatu yang diharamkan adalah sesuatu yang dilarang oleh Allah sesuai yang telah diajarkan dalam Alquran dan Hadist. Oleh karena itu, untuk memastikan bahwa praktek dan aktivitas keuangan syariah tidak bertentangan dengan hukum Islam, maka diharapkan lembaga keuangan syariah membentuk Dewan Penyelia Agama atau Dewan Syariah. Dewan ini beranggotakan  para ahli hukum Islam yang bertindak sebagai auditor dan penasihat syariah yang independen.
Aturan tegas mengenai investasi beretika harus dijalankan.  Oleh karena itu lembaga keuangan syariah tidak boleh mendanai aktivitas atau item yang haram, seperti perdagangan minuman keras, obat-obatan terlarang atau daging babi. Selain itu, lembaga keuangan syariah juga didorong untuk memprioritaskan produksi barang-barang primer untuk memenuhi kebutuhan umat manusia.

4.     Gharar dan Maysir
Alquran melarang secara tegas segala bentuk perjudian (QS. 5:90-91). Alquran menggunakan kata maysir untuk perjudian, berasal dari kata usr (kemudahan dan kesenangan): penjudi berusaha mengumpulkan harta tanpa kerja dan saat ini istilah itu diterapkan secara umum pada semua bentuk aktivitas judi.
Selain mengharamkan judi, Islam juga mengharamkan setiap aktivitas bisnis yang mengandung unsur judi. Hukum Islam menetapkan bahwa demi kepentingan transaksi yang adil dan etis, pengayaan diri melalui permainan judi harus dilarang.
Islam juga melarang transaksi ekonomi yang melibatkan unsur spekulasi, gharar (secara harfiah berarti resiko). Apabila riba dan maysir dilarang dalam Alquran, maka gharar dilarang dalam beberapa hadis. Menurut istilah bisnis, gharar artinya menjalankan suatu usaha tanpa pengetahuan yang jelas, atau menjalankan transaksi dengan resiko yang berlebihan. Jika unsur ketidakpastian tersebut tidak terlalu besar dan tidak terhindarkan, maka Islam membolehkannya (Algaoud dan Lewis, 2007).
5.     Takaful
Takaful adalah kata benda yang berasal dari kata kerja bahasa arab kafala, yang berarti memperhatikan kebutuhan seseorang. Kata ini mengacu pada suatu praktik ketika para partisipan suatu kelompok sepakat untuk bersama-sama menjamin diri mereka sendiri terhadap kerugian atau kerusakan. Jika ada anggota partisipan ditimpa malapetaka atau bencana, ia akan menerima manfaat finansial dari dana sebagaimana ditetapkan dalam kontrak asuransi untuk membantu menutup kerugian atau kerusakan tersebut (Algaoud dan Lewis, 2007).
Pada hakikatnya, konsep takaful didasarkan pada rasa solidaritas, responsibilitas, dan persaudaraan antara para anggota yang bersepakat untuk bersama-sama menanggung kerugian tertentu yang dibayarkan dari aset yang telah ditetapkan. Dengan demikian, praktek ini sesuai dengan apa yang disebut dalam konteks yang berbeda sebagai asuransi bersama (mutual insurance), karena para anggotanya menjadi penjamin (insurer) dan juga yang terjamin (insured).

Prinsip Bagi Hasil
Gagasan dasar sistem keuangan Islam secara sederhana didasarkan pada adanya bagi hasil (profit and loss sharing). Menurut hukum perniagaan Islam, kemitraan dan semua bentuk organisasi bisnis didirikan dengan tujuan pembagian keuntungan melalui partisipasi bersama.  Mudharabah dan musyarakah adalah dua model bagi hasil yang lebih disukai dalam hukum Islam.

Mudharabah (Investasi)
Mudharabah dipahami sebagai kontrak antara paling sedikit dua pihak, yaitu pemilik modal (shahib al mal atau rabb al mal) yang mempercayakan sejumlah dana kepada pihak lain, dalam hal ini pengusaha (mudharib) untuk menjalankan suatu aktivitas atau usaha. Dalam mudharabah, pemilik modal tidak mendapat peran dalam manajemen. Jadi mudharabah adalah kontrak bagi hasil yang akan memberi pemodal suatu bagian tertentu dari keuntungan/kerugian proyek yang mereka biayai. (Algaoud dan Lewis, 2007)



Musyarakah (Kemitraan)
Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua belah pihak  atau lebih untuk suatu usaha tertentu yang masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.
D.    Kritik dalam Ekonomi Syariah
Kritikan Pertama
Tidak dapat dipungkiri bahwa Bank Syariah sendiri merupakan usaha yang profit oriented. Oleh karena itu besarnya proporsi pembiayaan murabahah hingga sampai saat ini mencapai sekitar 60-70% jumlah pembiayaan yang disalurkan oleh Bank Syariah. Keadaan ini memang tidak hanya menjangkiti Bank Syariah di Indonesia tetapi juga di Malaysia dan negara-negara Timur Tengah. Di mana akad murabahah adalah akad jual beli dimana bank membeli kepada produsen kemudian menjual kepada nasabah dan bank mendapatkan margin. Ada beberapa alasan rasional yang dapat dijadikan penjelasan mengapa murabahah lebih dipilih, yaitu:

1. Murabahah adalah investasi jangka pendek dan mudah bila dibandingkan dengan musyarakah dan mudarabah.
2. Mark up/margin yang menjadi ciri khas murabahah dapat ditetapkan sedemikian rupa sehingga dapat dipastikan Islamic bank mendapat keuntungan yang sebanding dengan keuntungan yang diperoleh bank kovensional.
3. Keuntungan murabahah pasti sebab murabahah merupakan natural certainty contracs, tentunya ini berbeda dengan bisnis dengan system profit and loss sharing yang menganut natural uncertainty contracs.
4. Dalam murabahah Islamic bank sebagai pemberi pembiayaan tidak mencampuri manajemen bisnis sebab hubungan dalam murabahah adalah kreditur dengan debitur.
Selain itu juga kita sering menjumpai praktek di lapangan Bank Syariah, yang pertama penentuan margin sepenuhnya dilakukan oleh Bank Syariah. Penentuan secara sepihak ini tidak diperbolehkan karena dalam akadnya harus ada keterbukaan dari pihak bank. Yang kedua kebanyakan Bank Syariah tidak menyerahkan barang kepada nasabah tetapi memberi uang kepada nasabah sebagai wakil untuk membeli barang yang dibutuhkan. Hal ini tentu menyimpang dari aturan fiqh, karena ada dua transaksi dalam satu akad yaitu wakalah dan murabahah. Di samping itu, dengan transaksi yang demikian dapat saja nasabah melakukan penyelewengan terhadap dana yang diberikan oleh Bank Syariah.
Kritikan Kedua
Selain murabahah juga ada beberapa hal yang menjadi catatan, yaitu tentang akad Mudharabah. Pertama, Jika kita menengok praktek mudharabah di lapangan, maka akan jarang ditemui akad mudharabah murni karena akadnya adalah mudharabah yang dimodifikasi dengan musyarakah karena modalnya berasal dari dua pihak, Bank Syariah dan nasabah. Walaupun dalam hal manajemen, Bank Syariah tidak ikut campur. Hal ini terjadi karena Bank Syariah hanya mau memberikan pembiayaan kepada usaha yang telah berjalan selama kurun waktu tertentu. Kedua, pembagian return pembiayaan ternyata tidak berdasarkan sistem bagi hasil dan rugi (profit and loss sharing) tetapi menggunakan sistem bagi pendapatan (revenue sharing). Sistem ini dipilih karena Bank Syariah belum sepenuhnya berani berbagi risiko atau kerugian (loss /risk sharing) modal secara penuh. Terakhir, mengenai keuntungan yang harus diberikan nasabah ternyata telah dikira-kira (ditetapkan di muka) oleh Bank Syariah karena nasabah tidak mampu membuat laporan keuangan untuk menghitung laba atau rugi usahanya.
Kritikan ketiga
Banyak Bank Syariah yang belum secara menyeluruh dalam melakukan kegiatan perekonomian Islam, yaitu belum memiliki usaha nyata yang dapat menghasilkan keuntungan. Semua jenis produk perbankan yang mereka tawarkan hanyalah sebatas pembiayaan dan pendanaan. Dengan demikian, pada setiap unit usaha yang dikelola, peran perbankan hanya sebagai penyalur dana nasabah.
Sebagai contoh nyata dari produk perbankan yang ada ialah mudharabah. Operator perbankan tidak berperan sebagai pelaku usaha, akan tetapi sebagai penyalur dana nasabah. Hal ini mereka lakukan, karena takut dari berbagai resiko usaha, dan hanya ingin mendapatkan keuntungan. Bila demikian ini keadaannya, maka ini tidak sesuai dengan semangat dari Ekonomi Islam itu sendiri, yaitu mengacu pada sektor riil. Tetapi juga kadang ada semacam apology (pembelaan) dari Bank Syariah. Bank Syariah mengatakan bahwa adanya perbankan adalah untuk menghimpun dana dari masyarakat yang kelebihan dana dan menyalurkan dana tersebut kepada masyarakat yang membutuhkan dana. Tentu kalau kita cermati memang sekilas tidak ada masalah, akan tetapi kita juga harus ingat bahwa di dalam Ekonomi Islam kegiatan perekonomian di dasarkan pada sektor usaha yang nyata. Selain itu juga jika Perbankan Syariah belum mempunyai badan usaha yang nyata maka dapat menjadi indikasi bahwa Perbankan Syariah hanya mencari aman atau tidak mau mengambil resiko.

E.    Kelebihan dari Ekonomi Syariah

Ekonomi syariah dapat mengurangi kerentanan perekonomian akibat fenomena yang  disebut sebagai decoupling economy. Melalui sistem bagi hasil, ekonomi syariah membuat tidak adanya jarak antara sektor keuangan dan sektor riil. Dengan kata lain, perkembangan sektor keuangan merupakan cerminan kemajuan sektor riil. Ekonomi tidak mudah menjadi gelembung (bubble economy).
Kedua, sistem ekonomi syariah juga menghindarkan pembiayaan yang bersifat spekulatif atau eksploitasi pasar keuangan, lingkungan hidup, dan lingkungan sosial hanya demi keuntungan ekonomis pemilik modal.
Ketiga, ekonomi syariah juga memiliki kepedulian yang sangat tinggi terhadap sektor usaha mikro, kecil, dan menengah. Melalui pembiayaan kepada UMKM, yang dilandasi oleh semangat kebersamaan, maka Lembaga Keuangan Syariah telah ikut berperan nyata dalam menumbuhkembangkan usaha mikro, kecil, dan menengah.
Keempat, kehadiran dana-dana sosial yang khas dalam sistem ekonomi syariah, semisal zakat, infak, dan sadaqah, juga melengkapi sistem jaring pengaman sosial yang telah ada. Melalui hal ini, kaum miskin dan duafa dapat diberdayakan dan dimandirikan seiring dengan gerak pembangunan nasional.
Kelima, Lembaga Keuangan dan Pembiayaan Syariah dapat terlibat aktif dalam investasi syariah di sejumlah proyek percepatan dan perluasan infrastruktur dan sektor riil di seluruh tanah air.
Dengan berbagai kelebihan yang dimiliki, sistem ekonomi syariah jelas merupakan pilihan yang sangat menguntungkan. Tidak ada lagi alasan untuk berpaling. Apalagi dukungan pemerintah terhadap perkembangan ekonomi syariah sangat besar dan terarah. Berbagai payung kebijakan seperti Undang-Undang, peraturan bank Indonesia, dilengkapi oleh fatwa-fatwa Dewan Syariah Nasional akan terus memajukan ekonomi syariah menuju masyarakat sejahtera berlandaskan sistem ekonomi tuntunan ilahi.










BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Dari sedikit uraian diatas kita bisa melihat adanya sedikit pembelokan kegiatan Perekonomian Islam khususnya Perbankan Syariah. Di mana masih ada kegiatan yang belum mengarah pada tujuan Ekonomi Islam dalam pelayanan terhadap nasabah oleh Bank Syariah. Misalnya dalam akad musyarakah masih ada Bank Syariah yang menentukan margin secara sepihak terhadap nasabah, tentu ini tidak sesuai dengan tujuan Ekonomi Islam, yaitu dalam rangka mendapatkan ridha dari Allah SWT. Selain itu juga dalam pembiayaan mudharabah, di mana masih adanya praktek oleh Bank Syariah yang memilih calon nasabah (mudharib), tentunya ini tidak sejalan dengan tujuan Ekonomi Islam yaitu terjaminnya kebutuhan, terciptanya falah dan juga terwujudnya mashlahah. Oleh karena itu jika keadaan dari Perbankan Syariah memang seperti ini maka dapat di katakan jika kegiatan perekonomiannya belum secara sempurna mengacu pada tujuan Ekonomi Islam itu sendiri.

B.    Saran
Diharapkan dalam perkembangan kedepannya, kegiatan perekonomian Islam dapat berjalan sesuai dengan syariat Islam sehingga kegiatan perekonomian it dapat berjalan sempurna sesuai dengan tujuan Ekonomi Islam dan manfaatnya dapat dirasakan oleh masyarakat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ENTREPRENEURSHIP (KEWIRAUSAHAAN)

Definisi Entrepreneur dan Entrepreneurship dalam berbagai literatur agak berbeda satu sama lainnya. Kata entrepreneur dan entrepreneurship ...