BAB  
I
PENDAHULUAN
A.   
Latar
Belakang
Untuk mencapai cita-cita perjuangan
bangsa yaitu mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur sebagaimana tercantum
dalam Undang-Undang Dasar 1945, maka syarat pertama adalah mewujudkan
Penyelenggara Negara yang mampu menjalankan fungsi dan tugasnya secara
sungguh-sungguh dan penuh tanggung jawab.
Untuk itu perlu diletakkan asas-asas
umum penyelenggaraan negara supaya bisa tercipta Tata Kelola Pemerintahan Yang
Baik (Good Governance). Kemudian, peran serta Masyarakat sangat diperlukan
untuk mengawasi mereka, baik Eksekutif, yudikatif atau pun legislatif supaya
tetap berpegang teguh pada Asas-asas Umum Pemerintahan ini.
B.    Perumusan Masalah
1.    
Apakah Pengertian Azas-Azas
Umum Pemerintahan yang Baik (AAUPB)  itu ?
2.    
Bagaimana sejarah terbentuknya Azas-azas
Umum Pemerintahan yang Baik ?
3.     Apakah Fungsi Azas-Azas Umum Pemerintahan yang Baik ?
4.     Apa saja Azas-Azas Umum Pemerintahan yang Baik (AAUPB) di Indonesia ?
5.     Upaya apa harus ditempuh untuk meningkatkan
pemerintahan yang baik ?
BAB  II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian
Azas-Azas Umum Pemerintahan yang Baik (AAUPB)
Pemahaman mengenai AAUPB ini tidak hanya dapat dilihat
dari segi kebahasaan saja tetapi juga dari sejarahnya hal ini disebabkan kerena
azas ini timbul dari sejarah juga. Dengan bersandar pada kedua konteks ini,
AAUPB dapat dipahami sebagai asas-asas umum yang dijadikan dasar dan tatacara
dalam penyelenggaraan pemerintahan yang layak, yang dengan cara demikian
penyelenggaraan pemerintahan menjadi baik, sopan , adil, dan terhormat, bebas
dari kesaliman, pelanggaran peraturan tindakan penyalahgunaan wewenang dan
tindakan sewenang-wenang.
Selain itu Jazim Hamidi juga memberikan definisi AAUPB
dari hasil penelitiannya yaitu:
a. AAUPL
merupakan nilai-nilai etik yang hidup dan berkembang dalam lingkungan hukum
administrasi Negara
b. AAUPL berfungsi sebagai pegangan bagi paras pejabat
administrasi Negara dalam menjalankan fungsinya, merupakan alat uji bagi hakim
administrasi dalam menilai tindakan administrasi Negara (yang berwujud
penetapan/beschikking) dan sebagai dasar pengajuan gugatan bagi pihak
penggugat. 
c. Sebagian besar dari AAUPB masih merupakan asas-asas
yang tidak tertulis, masih abstrak, dan dapat digali dalam praktik kehidupan di
masyarakat
d. Sebagian asas yang lain sudah menjadi kaidah hukum
tertulis dan terpencar dalam berbagai peraturan hukum positif.
B.    Sejarah terbentuknya Azas-azas Umum Pemerintahan yang Baik
Sejak
dianutnya konsep negara kesejahteraan (welfare
state) telah memberikan kebebasan kepada negara melalui aparaturnya untuk
bertindak atas inisiatif sendiri (freis
ermessen) guna menyelesaikan permasalahan yang sedang dihadapi dan perlu
segera diselesaikan. Dengan diberikannya keleluasaan bertindak kepada
pemerintah ternyata dalam perkembangannya sering menimbulkan kerugian bagi
warga masyarakat sehingga timbulah suatu kekhawatiran dari warga negara atas
terjadinya kesewenang-wenangan oleh pemerintah. 
Oleh
karena itu untuk meningkatkan perlindungan hukum bagi warga negaranya pada
tahun 1930 Pemerintah Belanda membuat suatu komisi yang dikenal dengan nama
Komisi De Monchy. Komisi ini bertujuan untuk memikirkan dan meneliti beberapa
alternatif untuk meningkatkan perlindungan hukum dari tindakan pemerintah yang
menyimpang. Pada tahun 1950 komisi De Monchy kemudian melaporkan hasil
penelitiannya tentang asas – asas umum pemerintahan yang baik (algemene beginselen van behorlijk bestuur). 
Sedangkan
AAUPB di Indonesia dapat ditemukan riwayatnya dalam peraturan perundangan
dibidang kekuasaan kehakiman yaitu dalam Pasal 14 ayat 1 UU No. 14 Tahun 1970
tentang Kekuasaan Pokok Kehakiman yang pada initinya menyebutkan bahwa hakim
tidak boleh menolak suatu perkara dengan alasan bahwa hukum tidak atau kurang
jelas. Selain itu pada Pasal 27 ayat 1 UU No. 14 Tahun 1970 ditegaskan bahwa
hakim dapat menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup di
dalam masyarakat. 
Kemudian
pada saat pembahasan RUU No. 5 Tahun 1986 di DPR, fraksi ABRI mengusulkan agar
asas-asas itu dimasukan sebagai salah satu alasan gugatan terhadap keputusan
badan/pejabat tata usaha Negara. Akan tetapi usulan ini ditolak oleh pemerintah
dengan alasan yang dikemukakan oleh Ismail Saleh selaku Menteri Kehakiman saat
itu yang pada pokoknya menyatakan “dalam praktik ketatanegaraan kita maupun
dalam Hukum Tata Usaha Negara yang berlaku di Indonesia, kita belum mempunyai
kriteria tentang algemene beginselen van
behoorlijk bestuur tersebut yang berasal dari negeri Belanda. Pada waktu
ini kita belum memiliki tradisi administrasi yang kuat mengakar seperti halnya
di negara-negara kontinental tersebut. Tradisi demikian bisa dikembangkan
melalui yurisprudensi yang kemudian akan menimbulkan norma-norma. Secara umum
prinsip dari Hukum Tata Usaha Negara kita selalu dikaitkan dengan aparatur
pemerintahan yang bersih dan berwibawa yang konkretisasi normanya maupun
pengertiannya masih sangat luas sekali dan perlu dijabarkan melalui kasus-kasus
yang konkret” .
Pada
tahun 1999 sejalan dengan era reformasi melalui UU No. 28 Tahun 1999 tentang
Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari korupsi, Kolusi, dan
Nepotisme (KKN) mulai diperkenalkan beberapa asas – asas umum dalam
penyelenggaraan negara yang meliputi asas kepastian hukum, asas tertib
penyelenggara negara, asas kepentingan umum, asas keterbukaan, asas
proporsionalitas, asas profisionalitas dan asas akuntabilitas”.
Selanjutnya
pada tahun 2004 melalui Undang – undang No. 9 tahun 2004 tentang perubahan atas
UU No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara disebutkan bahwa salah
satu alasan yang dapat digunakan dalam gugatan adalah sebagaimana tercantum
dalam ketentuan Pasal 53 ayat 2 huruf a yang menyebutkan bahwa  “Keputusan
Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan asas-asas umum
pemerintahan yang baik”. Dalam penjelasan ketentuan Pasal 53 ayat 2 huruf a
 dijelaskan bahwa  “yang dimaksudkan dengan AAUPB adalah meliputi
atas kepastian hukum, tertib penyelenggaraan Negara, keterbukaan,
proporsionalitas, profesionalitas, dan akuntabilitas sebagaimana dimaksud dalam
UU No. 28 Tahun 1999. 
Selain
itu dalam UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, AAUPB tersebut juga
dijadikan asas dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, sebagaimana yang
tercantum dalam ketentuan Pasal 20 ayat 1 yang menyebutkan bahwa
“Penyelenggaraan pemerintahan berpedoman pada Asas Umum Penyelenggaraan Negara
yang terdiri atas: asas kepastian hukum, asas tertib penyelenggara negara, asas
kepentingan umum, asas keterbukaan, asas proporsionalitas, asas profesionalitas
asas akuntabilitas asas efisiensi, dan asas efektivitas”.
C.    Fungsi Azas-Azas Umum Pemerintahan yang Baik
Asas-asas umum pemerintahan yang
baik  dalam kehidupan bernegara dan khususnya dalam penyelenggaraan urusan
pemerintahan memiliki fungsi sebagai berikut:
- Sebagai
     pedoman bagi aparatur pemerintah dalam melakukan penafsiran dan penerapan
     terhadap ketentuan peraturan perundangan yang belum jelas, sumir atau
     belum lengkap.
 - Sebagai
     dasar gugatan yang dapat dipakai oleh pencari keadilan untuk mengajukan
     gugatan agar keputusan pejabat tata usaha negara dibatalkan.
 - Sebagai
     alat uji bagi Hakim PTUN untuk menilai dan membatalkan keputusan yang
     dikeluarkan pejabat tata usaha negara.
 - Sebagai
     dasar bagi badan legislatif dalam merumuskan peraturan perundangan terkait
     pembatasan atas kebebasan bertindak aparatur pemerintah.
 
D.     
 Azas-Azas Umum Pemerintahan yang Baik (AAUPB)
di Indonesia
Pada mulanya
keberadaan AAUPB ini di Indonesia diakui secara yuridis formal sehingga belum
memiliki kekuatan hukum formal. Ketika pembahasan RUU No. 5 Tahun 1986 di DPR, fraksi
ABRI mengusulkan agar asas-asas itu dimasukan sebagai salah satu gugatan
terhadap keputusan badan/pejabat tata usaha Negara. Akan tetapi putusan ini
ditolak oleh pemerintah dengan alasan yang dikemukakan oleh Ismail selaku
selaku Menteri Kehakiman saat itu. Alasan tersebut adalah sbb:
“Menurut hemat kami, dalam praktik ketatanegaraan kita
maupun dalam Hukum Tata Usaha Negara yang berlaku di Indonesia, kita belum
mempunyai criteria tentang algemene beginselen van behoorlijk bestuur tersebut
yang berasal dari negeri Belanda. Pada waktu ini kita belum memiliki tradisi
administrasi yang kuat mengakar seperti halnya di negara-negara continental
tersebut. Tradisi demikian bisa dikembangkan melalui yurisprudensi yang
kemudian akan menimbulkan norma-norma. Secara umum prinsip dari Hukum Tata
Usaha Negara kita selalu dikaitkan dengan aparatur pemerintahan yang bersih dan
berwibawa yang konkretisasi normanya maupun pengertiannya masih sangat luas
sekali dan perlu dijabarkan melalui kasus-kasus yang konkret”.
Selain itu tidak dicantumkannya AAUPB dalam UU PTUN
bukan berarti eksistensinya tidak diakui sama sekali, karena seperti yang
terjadi di belanda AAUPB ini diterapkan dalam praktik peradilan terutama dalam
PTUN. Kepustakaan berbahasa Indonesia belum banyak membahas asas ini dan
kalaupun ada pembahasan itupun hampir sama karena sumbernya terbatas. Prof.
Kuntjoro Purbopranoto dalam bukunya yang berjudul ‘Beberapa Catatan Hukum Tata
Pemerintahan dan Peradilan Administrasi Negara’ mengetengahkan 13 asas yaitu:
1. Asas
kepastian hukum
Asas kepastian hukum, memiliki dua aspek yaitu aspek
hukum material dan aspek hukum formal. Dalam aspek hukum material terkait
dengan asas kepercayaan. asas kepastian hukum menghalangi penarikan
kembali/perubahan ketetapan. Asas ini menghormati hak yang telah diperoleh
seseorang berdasarkan suatu keputusan pemerintah, meskipun keputusan itu salah
sedangkan aspek hukum formal, memberikan hak kepada yang berkepentingan untuk
mengetahui dng tepat apa yang dikehendaki suatu ketetapan
2. asas
keseimbangan
Asas Keseimbangan, asas ini menghendaki adanya
keseimbangan antara hukuman jabatan dan kelalaian atau kealpaan pegawai dan
adanya kriteria yang jelas mengenai jenis-jenis atau kualifikasi pelanggaran
atau kealpaan.
3. Asas
kesamaan 
Asas Kesamaan dalam Mengambil Keputusan, asas ini
menghendaki badan pemerintahan mengambil tindakan yang sama (dalam arti tidak
bertentangan) atas kasus-kasus yang faktanya sama. Asas ini memaksa pemerintah
untuk menjalankan kebijaksanaan. Aturan kebijaksanaan, memberi arah pada
pelaksanaan wewenang bebas.
4. Asas
bertindak cermat
Asas Bertindak Cermat, asas ini menghendaki pemerintah
bertindak cermat dalam melakukan aktivitas penyelenggaraan tugas pemerintahan
sehingga tidak menimbulkan kerugian bagi warga negara. Dalam menerbitkan
ketetapan, pemerintah harus mempertimbangkan secara cermat dan teliti semua
faktor yang terkait dengan materi ketetapan, mendengar dan mempertimbangkan
alasan-alasan yang diajukan oleh pihak yang berkepentingan, mempertimbangkan akibat
hukum yang timbul dari ketetapan.
5. Asas
motivasi untuk setiap putusan 
Asas Motivasi untuk Keputusan, asas ini menghendaki
setiap ketetapan harus mempunyai motivasi/alasan yang cukup sebagai dasar dalam
menerbitkan ketetapan. Alasan harus jelas, terang, benar, obyektif, dan adil.
Alasan sedapat mungkin tercantum dalam ketetapan sehingga yang tidak puas dapat
mengajukan banding dengan menggunakan alasan tersebut. Alasan digunakan hakim
administrasi untuk menilai ketetapan yang disengketakan.
6. Asas
jangan mencampurkan adukan wewenang
Asas tidak Mencampuradukkan Kewenangan, di mana
pejabat Tata Usaha Negara memiliki wewenang yang sudah ditentukan dalam perat
perundang-undangan (baik dari segi materi, wilayah, waktu) untuk melakukan
tindakan hukum dalam rangka melayani/mengatur warga negara. Asas ini
menghendaki agar pejabat Tata Usaha Negara tidak menggunakan wewenangnya untuk
tujuan lain selain yang telah ditentukan dalam peraturan yang berlaku atau
menggunakan wewenang yang melampaui batas.
7. Asas
permainan yang layak
Asas Permainan yang Layak (Fair Play), asas ini
menghendaki agar warga negara diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk
mencari kebenaran dan keadilan serta diberi kesempatan untuk membela diri
dengan memberikan argumentasi-argumentasi sebelum dijatuhkannya putusan
administrasi. Asas ini menekankan pentingnya kejujuran dan keterbukaan dalam
proses penyelesaian sengketa Tata Usaha Negara. 
8. Asas
keadilan atau kewajaran
Asas Keadilan dan Kewajaran, asas keadilan menuntut
tindakan secara proposional, sesuai, seimbang, selaras dengan hak setiap orang.
Asas kewajaran menekankan agar setiap aktivitas pemerintah memperhatikan
nilai-nilai yang berlaku di tengah masyarakat, baik itu berkaitan dengan moral,
adat istiadat
9. Asas
menanggapi penghargaan yang wajar 
Asas Kepercayaan dan Menanggapi Penghargaan yang
Wajar, asas ini menghendaki agar setiap tindakan yang dilakukan pemerintah
harus menimbulkan harapan-harapan bagi warga negara. Jika suatu harapan sudah
terlanjur diberikan kepada warga negara tidak boleh ditarik kembali meskipun
tidak menguntungkan bagi pemerintah. 
10. 
Asas meniadakan akibat-akibat suatu keputusan yang batal 
Asas Kepercayaan dan Menanggapi Penghargaan yang
Wajar, asas ini menghendaki agar setiap tindakan yang dilakukan pemerintah
harus menimbulkan harapan-harapan bagi warga negara. Jika suatu harapan sudah
terlanjur diberikan kepada warga negara tidak boleh ditarik kembali meskipun
tidak menguntungkan bagi pemerintah. 
11. 
Asas perlindungan atas pandangan hidup
Asas Perlindungan atas Pandangan atau Cara Hidup
Pribadi, asas ini menghendaki pemerintah melindungi hak atas kehidupan pribadi
setiap pegawai negeri dan warga negara. Penerapan asas ini dikaitkan dengan
sistem keyakinan, kesusilaan, dan norma-norma yang dijunjung tinggi masyarakat.
Pandangan hidup seseorang tidak dapat digunakan ketika bertentangan dengan
norma-norma suatu bangsa.
12. 
Asas kebijaksanaan 
Asas Kebijaksanaan, asas ini menghendaki pemerintah
dalam melaksanakan tugas dan pekerjaannya diberi kebebasan dan keleluasaan
untuk menerapkan kebijaksanaan tanpa harus terpaku pada perat
perundang-undangan formal. 
      13. Asas
penyelenggaraan kepentingan umum 
Penyelenggaraan Kepentingan Umum, asas ini menghendaki
agar pemerintah dalam melaksanakan tugasnya selalu mengutamakan kepentingan
umum, yakni kepentingan yang mencakup semua aspek kehidupan orang banyak. Mengingat
kelemahan asas legalitas, pemerintah dapat bertindak atas dasar kebijaksanaan
untuk menyelenggarakan kepentingan umum. 
Adapun
asas-asas umum lain adalah :
1.      Kecepatan dalam
menangani masalah atau memutuskan perkara;
2.      obyektifitas dalam
menilai kepentingan para pihak yang bersangkutan;
3.      Penilaian yang
seimbang antara kepentingan-kepentingan berbagai pihak yang terkait;
4.      Kesamaan dalam
memutus perkara atau menyelesaikan hal yang sama;
5.      Keadilan (fair play);
6.      Memberikan
pertimbangan hukum yang benar, masuk akal dan adil;
7.      Larangan untuk
menyatakan suatu peraturan hukum atau ketentuan lain secara berlaku surut;
8.      Tidak mengecewakan
kepercayaan (trust) yang telah ditimbulkan oleh perilaku atau kata-kata yang
diucapkan pejabat atau hakim;
9.      Menjamin kepastian
hukum;
10.  Tidak melampaui kewenangan dan/atau
menggunakan kewenangan yang dimiliki untuk tujuan lain dari pada dasar atau
sebab kewenangan itu diberikan.
Sebenarnya AAUPB ini dpat digunakan dalam praktik
peradilan di Indonesia karena memiliki sandaran dalam Pasal 14 ayat 1 UU No. 14
Tahun 1970 tentang Kekuasaan Pokok Kehakiman yang pada initinya menyebutkan
bahwa hakim tidak boleh menolak suatu perkara dengan alasan bahwa hukum tidak
atau kurang jelas. Selain itu pada Pasal 27 ayat 1 UU No. 14 Tahun 1970
ditegaskan bahwa hakim dapat menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai
hukum ynag hidup di dalam masyarakat. Dengan adanya ketentuan pada pasal-pasal
di atas maka AAUP mempunyai peluang digunakan dalam proses peradilan
administrasi di Indonesia.
Seiring berjalannya waktu maka AAUPB ini akhirnya
dimuat dalam UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih
dan Bebas dari korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). 
Setelah adanya UU No. 9 Tahun 2004 tentang Perubahan
atas UU No. 5 Tahun 1986 tentang PTUN. Berdasarkan Pasal 53 ayat 2 poin a
disebutkan: “Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan
asas-asas umum pemerintahan yang baik”, dan dalam penjelasannya disebutkan
“Yang dimaksudkan dengan AAUPB adalah meliputi atas kepastian hukum, tertib
penyelenggaraan Negara, keterbukaan, proporsionalitas, profesionalitas, dan
akuntabilitas sebagaimana dimaksud dalam UU No. 28 Tahun 1999. di samping itu
dalam UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, AAUPB tersebut
dijadikan asas dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, sebagaimana yang
tercantum dalam dalam Pasal 20 ayat 1 yang berbunyi:
“Penyelenggaraan
pemerintahan berpedoman pada Asas Umum Penyelenggaraan Negara yang terdiri
atas: asas kepastian hukum, asas tertib penyelenggara negara, asas kepentingan
umum, asas keterbukaan, asas proporsionalitas, asas profisionalitas asas
akuntabilitas asas evisiensi, dan asas evektivitas”
Sekiranya asas-asas umum ini bisa diterapkan di
seluruh bidang dan sektor kehidupan berbangsa dan bernegara, maka hal ini bisa
menjadi “pintu masuk” dan “titik tolak” menuju Budaya Hukum bangsa yang bersih
dari Kolusi, Korupsi dan Nepotisme.
Undang-undang No 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan
Informasi Publik, Undang-undang No 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik,
Undang-undang No 27 Tahun 2008 Tentang Ombudsman, dan Undang-undang No 31 Tahun
1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana  Korupsi memberikan mandat kepada
Masyarakat untuk mengontrol Penyelenggara Pelayanan Publik tsb.
Semoga dengan kepedulian, pengawasan dan tuntutan dari
seluruh elemen masyarakat, diharapkan semua azas umum ini akan diterapkan oleh
Penyelenggara Negara dimasa yang akan datang.
E. 
Upaya Meningkatkan Pemerintahan yang
Baik
Meskipun diketahui bahwa
penyelenggaraan negara dilakukan oleh beberapa lembaga negara, akan tetapi
aspek penting penyelenggaraan negara terletak pada aspek pemerintahan. Dalam
sistem pemerintahan Indonesia, Presiden memiliki dua kedudukan, sebagai salah
satu organ negara yang bertindak untuk dan atas nama negara, dan sebagai
penyelenggara pemerintahan atau sebagai administrasi negara. Sebagai
administrasi negara, pemerintah diberi wewenang baik berdasarkan atribusi,
delegasi, ataupun mandat untuk melakukan pembangunan dalam rangka merealisir
tujuan-tujuan negara yang telah ditetapkan oleh MPR. Dalam melaksanakan
pembangunan, pemerintah berwenang untuk melakukan pengaturan dan memberikan
pelayanan terhadap masyarakat. Agar tindakan pemerintah dalam menjalankan
pembangunan dan melakukan pengaturan serta pelayanan ini berjalan dengan baik,
maka harus didasarkan pada aturan hukum. Di antara hukum yang ada ialah Hukum
Administrasi Negara, yang memiliki fungsi normatif, fungsi instrumental, dan
fungsi jaminan. Seperti telah disebutkan di atas, fungsi normatif yang
menyangkut penormaan kekuasaan memerintah berkaitan dengan fungsi instrumental
yang menetapkan instrumen yang digunakan oleh pemerintah untuk menggunakan
kekuasaan memerintah dan norma pemerintahan dan instrumen pemerintahan yang
digunakan harus menjamin perlindungan hukum bagi rakyat.
Ketika pemerintah akan menjalankan
pemerintahan, maka kepada pemerintah diberikan kekuasaan, yang dengan kekuasaan
ini pemerintah melaksanakan pembangunan, pengaturan dan pelayanan. Agar
kekuasaan ini digunakan sesuai dengan tujuan diberikannya, maka diperlukan
norma-norma pengatur dan pengarah. Dalam Penyelenggaraan pembangunan,
pengaturan, dan pelayanan, pemerintah menggunakan berbagai instrumen yuridis.
Pembuatan dan pelaksanaan instrumen yuridis ini harus didasarkan pada legalitas
dengan mengikuti dan mematuhi persyaratan formal dan material. Dengan
didasarkan pada asas legalitas dan mengikuti persyaratan, maka perlindungan
bagi administrasi negara dan warga masyarakat akan terjamin. Dengan demikian,
pelaksanaan fungsi-fungsi HAN adalah dengan membuat penormaan kekuasaan,
mendasarkan pada asas legalitas dan persyaratan, sehingga memberikan jaminan
perlindungan baik bagi administrasi negara maupun warga masyarakat.
Penyelenggaraan pemerintahan tidak
selalu berjalan sebagaimana yang telah ditentukan oleh aturan yang ada. Bahkan
sering terjadi penyelenggaraan pemerintahan ini menimbulkan kerugian bagi
rakyat baik akibat penyalahgunaan wewenang (detournement de pouvoir) maupun
tindakan sewenang-wenang (willekeur). Perbuatan pemerintah yang sewenang-wenang
terjadi apabila terpenuhi unsur-unsur; pertama, penguasa yang berbuat secara
yuridis memeliki kewenangan untuk berbuat (ada peraturan dasarnya); kedua,
dalam mempertimbangkan yang terkait dalam keputusan yang dibuat oleh
pemerintah, unsur kepentingan umum kurang diperhatikan; ketiga, perbuatan
tersebut menimbulkan kerugian konkret bagi pihak tertentu.
Dampak lain dari penyelenggaraan
pemerintahan seperti ini adalah tidak terselenggaranya pembangunan dengan baik
dan tidak terlaksananya pengaturan dan pelayanan terhadap masyarakat
sebagaimana mestinya. Keadaan ini menunjukan penyelenggaraan pemerintahan belum
berjalan dengan baik. Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
penyelenggaraan pemerintahan adalah antara lain dengan mengefektifkan
pengawasan baik melalui pengawasan lembaga peradilan, pengawasan dari
masyarakat, maupun pengawasan melalui lembaga ombusdman. Di samping itu juga
dengan menerapkan asas-asas umum pemerintahan yang baik.
BAB 
III
PENUTUP
A.   
Kesimpulan
Pelaksanaan fungsi-fungsi HAN adalah
dengan membuat penormaan kekuasaan, mendasarkan pada asas legalitas dan
persyaratan, sehingga memberikan jaminan perlindungan baik bagi administrasi negara
maupun warga masyarakat.
Upaya meningkatkan penyelenggaraan
pemerintahan antara lain dengan pengawasan lembaga peradilan, pengawasan
masyarakat, dan pengawasan melalui lembaga ombusdman. Di samping itu juga
dengan menerapkan asas-asas umum pemerintahan yang baik.
B.   
Saran
Agar penyelenggaraan pemerintahan
berjalan dengan baik, maka sebaiknya pengawasan lembaga peradilan, masyarakat,
dan lembaga ombusdmen dilakukan dengan efektif. Di samping itu, pemerintah
sebaiknya memperhatikan dan menerapkan asas-asas umum pemerintahan yang baik
(algemene beginselen van behorlijk bestuur).
DAFTAR PUSTAKA
Hadjon
M. Philipus, Asas – asas Umum Pemerintahan Yang Baik Dalam Kaitannya Dengan Alasan
Gugatan Pada Peradilan Tata Usaha Negara, LPP-HAN, Hotel Bumi Karsa Bidakara,
20 April 2004.  
Marbun
SF, Peradilan Administrasi dan Upaya Administrasi di Indonesia, UII Press,
Yogyakarta,2003,
Marbun
SF, Menggali dan Menemukan Asas – Asas Umum Pemerintahan Yang Baik Di Indonesia,
Makalah pada Dimensi – Dimensi Pemikiran Hukum Administrasi Negara, UII Press,
Yogyakarta, 2001. 
HR Ridwan,
Hukum Administrasi Negara, Rajawali Pers, 2008.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar